KOPI: MAHAKARYA SENI DENGAN NILAI SOSIAL TINGGI

oleh | Okt 16, 2019 | Berita | 0 Komentar

Hari ini Rabu 16 Oktober 2019, tiga acara digelar di Kampus Inovasi Universitas Widyagama Malang. Dua kegiatan di kampus lll dengan menghadirkan mahasiswa dan satu kegiatan di kampus ll yang lebih ditujukan kepada dosen. Salah satu kegiatan yang digelar di kampus lll adalah Kuliah Tamu.

Acara yang dimotori oleh HMJ THP (Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian) Fakultas Pertanian ini mengangkat komoditas yang beberapa tahun belakangan ini menjadi seksi sebagai salah satu bahan dasar kuliner: KOPI DAN FLAVOUR. Meskipun ini adalah gelaran kegiatan HMJ THP, Dekan FP Dr. Evi Nurifah Julitasari, SP, MP menginstruksikan kepada seluruh mahasiswa untuk hadir. “Apa yang akan dibahas dalam kuliah tamu ini ilmunya dapat diambil oleh semua program studi. Tema utama adalah bagaimana mengolah kopi. Dari kegiatan mengolah kopi ada keterkaitan ke belakang bagaimana kopi yang akan diolah ini diproduksi, sementara kaitan ke belakangnya adalah akan dikemanakan kopi yang telah diolah tersebut,” demikian antara lain isi sambutan pembukaan Evi.

Sebelumnya, Ketua Program Studi THP lr. Enny Sumaryati, MP melaporkan bahwa dengan persiapan yang singkat, akhirnya kegiatan program studi ini dapat ditingkatkan menjadi kegiatan fakultas dengan menambahkan seorang nara sumber. Nara sumber pertama adalah Weny Bekti Sunarharum, STPM Food, Sc, PhD, seorang peneliti kopi dari UB dan Yudistira seorang owner Motif Cafe di Kota Malang.

Dalam presentasi di hadapan seluruh peserta yang terdiri dari mahasiswa dan dosen FP, Weny mengawali dengan kalimat bahwa kopi yang terdiri lebih dari 100 spesies ini merupakan mahakarya seni. “Mengapresiasi setiap cangkir kopi adalah bentuk apresiasi terhadap kehidupan, karena ada banyak cerita dibalik rantai pasok komoditas pertanian yang satu ini. Ada air mata, ada keringat, ada waktu tunggu, ada harapan, ada ketidakpastian dan masih banyak lagi yang lainnya. Mahakarya seni kopi terletak bukan hanya kepada hiasan yang dibuat pada permukaan kopi, tetapi lebih pada kenyataan bahwa setiap cangkir kopi memiliki rasa berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung pada komposisi kopi, gula, dan air, juga kuantitas dan tingkat kematangan air penyeduh. Tak kalah penting adalah kondisi situasi psikologis roaster (penyangrai) dan baristanya (penyeduh),” demikian jelas peneliti kopi dengan penampilan sederhana ini. “Kopi juga memiliki nilai sosial tinggi. Ini terbukti dan terlihat dari ramainya pengunjung kedai kopi, padahal pada umumnya mereka hanya menjual kopi saja,” imbuhnya.

Owner Kedai Motif Kopi, yang seharusnya dititipi pesan memotivasi mahasiswa untuk segera memulai usaha sebagaimana yang dilakukan, ternyata belum mampu menjalankan tugasnya. Moderator Ir. Sudiyono, MP selaku moderator berusaha mengarahkan situasi yang akhirnya mampu mengundang diskusi yang cukup menarik dengan indikator banyaknya pertanyaan yang muncul dari para peserta. Apalagi tandem jawaban yang sangat pas antara peneliti dan pelaku usaha yang sengaja dihadirkan di Auditorium Kampus lll ini.

Sebelum sesi presentasi, Dekan FP dan Kaprodi THP berkesempatan menyampaikan cindera mata kepada para pemateri. (san/pip/red:rh)

 

Berita Terbaru UWG