LUKMAN AJAK MASYARAKAT DESA TAJI UNTUK MEMASYARAKATKAN ISLAM TIDAK HANYA LEWAT MASJID…

oleh | Mei 15, 2021 | Berita | 0 Komentar

“Sebuah program yang langsung menyentuh masyarakat desa terpencil sudah dimulai. Bukan hanya sekedar untuk mengenalkan nama Kampus Inovasi Universitas Widyagama Malang tempat kami mengabdi, tetapi lebih daripada itu, agar kami benar-benar memiliki arti bagi masyarakat dan kampus tidak sekedar menjadi menara gading bagi warga desa terpencil, seperti Desa Taji ini. Semoga langkah kecil ini dapat terus berlangsung, tidak hanya pada saat Bulan Ramadhan, tetapi sepanjang waktu.  Bukan hanya oleh Fakultas Hukum, tetapi juga oleh fakultas lain di lingkungan UWG. Bukan hanya untuk Desa Taji, tetapi untuk desa-desa terpencil lainnya di Nusantara ini,” asa yang dilambungkan sangat tinggi oleh Dr. Purnawan Dwikora Negara, SH, MH, Dekan Fakultas Hukum UWG, sesaat sebelum meniggalkan Desa Taji, setelah melaksanakan Shalat Idul Fitri pada Kamis 13 Mei 2021.

Untuk menutup program Tasaru (Taman Sari Ruhaniah) Meta Yuridika ini, Pupung (panggilan akrab dosen yang juga pegiat lingkungan ini) harus rela meninggalkan sang istri yang juga Ketua Program Studi Agroteknologi FP UWG, Dr. Tri Wardhani, MP, merayakan detik-detik kemenangan kaum muslim di seluruh dunia ini sendiri, karena putri semata wayang mereka saat ini sedang menunaikan studi S2 nya di Negeri Kincir Angin Belanda. Sore itu, Rabu 12 Mei 2021, bersama dua kolega doktornya di FH UWG: Dr. Lukman Hakim, SH, MHum dan Dr. Zahir Rusyad, SH, MHum, Pupung bertolak ke Desa Taji, sebuah desa terpecil di Kecamatan Jabung  Kabupaten Malang. Dua minggu sebelum pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1442 H, telah terpampang spanduk besar di samping Masjid Al Hidayah Kampung Sidodadi Dusun Krajan, kampung di penghujung hutan dan jurang di Desa Taji, bahwa Dr. Lukman Hakim, SH, MHum akan menjadi Imam dan Khatib Shalat Idul Fitri di tempat tersebut.

Diterima dan menginap di rumah Takmir Masjid, Ngaturi, tiga doktor FH UWG ini diperlakukan dengan sangat terhormat. Bagaimana tidak? Serasa sudah mulai terjalin ikatan psikologis antara ketiganya dengan masyarakat setempat karena beberapa hari sebelumnya ketiganya telah beberapa kali berkunjung dalam rangka Doktor Mengajar dan Safari Tausiyah dari mushalla ke mushalla di desa ini.

Saat kumandang Takbir mulai berhenti yang menandakan shalat kemenangan itu dimulai, Lukman naik ke atas mimbar dan mulai memimpin shalat sunnah dua rekaat dengan khidmat. Surat Al-Zalzalah dan Al ‘Adiyat yang dibacakan, menggambarkan kondisi yang mencekam saat kiamat datang, kepanikan manusia karena setiap amal kebaikan dan keburukan, sekecil apapun akan ada balasannya dan ancaman Allah SWT kepada manusia yang ingkar dan yang sangat mencintai harta bendanya. Dipilihnya surat ke 99 dan 100 dalam Al Quran ini pada intinya Lukman mengingatkan seluruh jamaah untuk mempersiapkan diri menghadapi akhirat.

Tema khutbah “Menjadi Indonesia Lewat Taji, Bersatu Menyelesaikan Semua Persoalan Lewat Masjid” dikupas panjang lebar oleh Lukman dalam khutbahnya. Diawali dengan pesan untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT, Lukman melanjutkan: “Idul Fitri merupakan tanda syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan setelah perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Setelah 1 tahun Rasulullah berada di Madinah, baru diperkenankan untuk merayakan Idul Fitri. Rasa syukur berupa pengabdian setelah pengorbanan itulah yang sesungguhnya hakekat dari Idul Fitri.”

Lebih lanjut Lukman mengajak masyarakat Desa Taji sebagai bagian dari masyarakat Indonesia untuk memiliki tanggung jawab menciptakan kehidupan yang Islami, tidak hanya di masjid-masjid, tetapi juga di pasar-pasar, di sawah-sawah, di jalan-jalan, di toko-toko, di rumah-rumah dan dimana saja sehingga kehidupan Islami menjadi kehidupan masyarakat secara keseluruhan hingga akhirnya terciptalah masyarakat yang adil dan makmur baldatun thayyibatun wa robbun ghofur.  “Agama adalah seluruh kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya, meliputi keyakinan, peribadatan, kehidupan sehari-hari, jual beli, dan akhlak yang kemudian dikenal dengan imaniah, ibadah, muamalah, dan muasyaroh,” tambah Lukman lebih jelas.

“Saya sangat terharu dan penuh khidmat, dapat merayakan Idul Fitri di ujung gunung terpencil ini. Desa terpencil ini masih sangat memerlukan sentuhan ilmu agama dan ilmu-ilmu lain yang ada di kampus secara keseluruhan. Saya mengajak semua dosen di lingkungan kampus untuk menyentuh masyarakat di Desa-desa Taji yang lain, yang notabene adalah saudara kita, dengan upaya dan tindakan nyata,” demikian ungkapan rasa yang dialami Lukman setelah menunaikan tugas mulianya dihadapan hampir 200 jamaah dari 40 kepala keluarga di desa yang dipimpin oleh Didin Siswanto tersebut. (san/pip/red:rh)

 

 

Berita Terbaru UWG