Dosen Hukum UWG Malang Jadi Narasumber RRI: Mikroplastik Turun Bersama Hujan, Sinyal Darurat bagi Lingkungan dan Hukum Indonesia

oleh | Nov 13, 2025 | Berita, FH

MALANG – Fenomena mikroplastik kini tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga mulai memasuki ranah hukum dan keadilan ekologis. Hal ini disampaikan oleh Dr. Purnawan Dwikora Negara, SH., MH., dosen Fakultas Hukum sekaligus pakar hukum lingkungan dan hukum adat Universitas Widya Gama (UWG) Malang, saat menjadi narasumber dalam program Dialog Pagi RRI Pro 1 FM 94.6 Malang, Kamis (13/11/2025). Acara yang bertajuk “Mikroplastik Turun Bersama Hujan: Peringatan Dini bagi Lingkungan Kita” ini juga menghadirkan peneliti ECOTON, Rafika Aprilianti, sebagai narasumber pendamping.

Dr. Purnawan mengungkapkan bahwa secara ekologis, temuan mikroplastik dalam air hujan di Kota Malang menjadi sinyal darurat bagi pengelolaan lingkungan hidup.

“Polusi plastik telah menembus siklus atmosfer. Ketika mikroplastik turun bersama hujan, itu artinya ekosistem kita sedang terpapar secara luas—dari udara, tanah, hingga air. Ini bukan lagi sekadar isu lingkungan, tetapi sudah menjadi persoalan keadilan ekologis,” tegasnya.

Menurutnya, Indonesia saat ini menghadapi kekosongan regulasi karena belum ada aturan hukum yang secara eksplisit mengatur mikroplastik sebagai polutan. Padahal, dampaknya terhadap kesehatan dan ekosistem sudah sangat nyata.

“Mikroplastik belum diakui secara hukum sebagai ancaman, padahal paparan dalam air minum dan udara bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD 1945,” tambah Purnawan.

Ia menilai, persoalan ini membuka ruang gugatan hukum berbasis hak asasi lingkungan. Prinsip Extended Producer Responsibility (EPR) juga harus ditegakkan, menuntut produsen plastik bertanggung jawab atas limbah yang mereka hasilkan.

UWG Dorong Kampus Berperan Strategis

Dalam dialog tersebut, Purnawan juga menegaskan bahwa akademisi dan kampus memiliki peran strategis untuk menjawab tantangan mikroplastik, bukan hanya dari sisi riset tetapi juga advokasi hukum dan pendidikan publik.
Beberapa langkah konkret yang ditawarkan UWG antara lain:

  1. Riset Interdisipliner. Kolaborasi lintas fakultas antara Hukum, Teknik Lingkungan, dan STIKES UWG dalam memetakan sumber, dampak, serta solusi mikroplastik di wilayah Malang.
  2. Advokasi Hukum dan Kebijakan. Penyusunan policy brief dan naskah akademik untuk mendorong revisi Perda No. 7 Tahun 2021 Kota Malang, agar mencakup pengaturan mikroplastik sebagai polutan.
  3. Pendidikan dan Literasi Publik. Integrasi isu mikroplastik dalam kurikulum hukum lingkungan dan kebijakan publik, disertai seminar, workshop, dan kampanye masyarakat.
  4. Kemitraan Strategis. Pembangunan kolaborasi dengan LSM seperti ECOTON, pemerintah daerah, dan media untuk memperkuat advokasi dan pelibatan mahasiswa dalam penelitian lapangan.

Menuju Kampus Laboratorium Ekologis

UWG juga didorong untuk menjadi Kampus Laboratorium Ekologis, dengan kebijakan bebas plastik sekali pakai dan sistem pengelolaan sampah berbasis daur ulang. Selain itu, Dr. Purnawan menggagas pembentukan Pusat Studi Mikroplastik dan Keadilan Ekologis sebagai wadah riset, advokasi, dan edukasi lingkungan.

“Universitas harus hadir tidak hanya sebagai lembaga akademik, tetapi juga motor perubahan sosial dan kebijakan publik. Dari kampus, kesadaran ekologis bisa tumbuh dan menggerakkan perubahan hukum,” pungkasnya.

Melalui peran aktif dosen dan sinergi dengan lembaga lingkungan seperti ECOTON, Universitas Widya Gama Malang meneguhkan komitmennya untuk menjadi pelopor kampus hijau dan pusat pemikiran hukum ekologis di Indonesia. (san/pip)


Berita Terbaru UWG