Malang, 31 Juli 2024 – Bertempat di Auditorium lantai 4 Kampus II Universitas Widyagama Malang (UWG), RRI (Radio Republik Indonesia) Malang mengadakan siaran langsung bertajuk: DIALOG “PASCA PEMILU” LUAR STUDIO. Acara ini terselenggara atas kerjasama antara RRI Malang dan UWG Malang.
Dalam acara ini, hadir sebagai narasumber Dr. Sirajudin, SH., MH., Dosen Fakultas Hukum UWG sekaligus Kaprodi Magister Hukum Pascasarjana UWG, dan Eko Widianto dari MAFINDO (Masyarakat Antifitnah Indonesia).
Acara ini disiarkan secara langsung dan bisa disaksikan melalui kanal YouTube RRI Malang di tautan ini.
Dr. Sirajudin menyampaikan bahwa proses demokrasi di Indonesia masih belum berjalan dengan baik. Beliau menyoroti banyaknya gambar calon kepala daerah yang muncul di jalan-jalan kota Malang tanpa masyarakat mengetahui siapa mereka dan apa kiprah mereka. Menurutnya, seharusnya calon kepala daerah muncul jauh sebelum pemilu berlangsung dan partai politik sudah mempersiapkan calon-calonnya yang kredibel.
“Calon kepala daerah yang benar-benar mempunyai kemampuan memimpin harus bisa membawa perubahan yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat,” tegas Dr. Sirajudin. Ia memberikan contoh masalah banjir di kota Malang yang belum teratasi meski sudah terjadi pergantian kepala daerah beberapa kali.
Selain itu, Dr. Sirajudin juga menyoroti slogan calon kepala daerah yang tidak jelas dan lebih mementingkan jualan slogan daripada kemampuan manajerial yang baik. Kota Malang, yang dikenal sebagai kota pendidikan dengan lebih dari 60 perguruan tinggi, masih menghadapi masalah mahalnya biaya pendidikan.
Menurutnya, politik uang adalah salah satu penyebab utama dari masalah ini. Mesin penggerak partai politik bisa membeli suara rakyat untuk memilih kandidat tertentu. Oleh karena itu, Dr. Sirajudin berharap elemen mahasiswa dari lebih 60 perguruan tinggi di kota Malang dapat bergerak mengawal demokrasi pemilihan kepala daerah dengan mengadakan dialog terbuka dan diskusi publik dengan calon kepala daerah.
Peran media massa juga dianggap penting untuk mengawal keterbukaan proses demokrasi dalam pemilu. Namun, banyak media massa yang pemiliknya juga masuk dalam jajaran partai politik sehingga sulit untuk bersikap netral.
Dr. Sirajudin menyimpulkan bahwa pesta demokrasi “Pemilu” masih belum bisa memuaskan dan belum bisa berjalan dengan jurdil (jujur dan adil). Pendidikan politik yang mengajak masyarakat kritis, anti politik uang, dan pintar dalam memilih menjadi perhatian serius. Bawaslu hingga saat ini hanya sebatas menerima laporan hasil kecurangan pemilu saja dan banyak kasus kecurangan yang tidak dapat diselesaikan hingga ke meja pengadilan.
Ia menekankan pentingnya peran masyarakat kampus untuk mendidik dan mengajak masyarakat menjadi pemilih yang cerdas, anti politik uang, dan tidak terbuai oleh janji-janji kosong. Masyarakat harus bisa menilai calon pemimpin yang baik dan mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.(san/pip)



