TIDAK SEMUA HARUS CORONA, RUUCIKA JUGA PERLU PERHATIAN

by | Apr 19, 2020 | Berita, Kabar Mahasiswa | 0 comments

Kalau disaat-saat seperti ini banyak organisasi atau kelmpok masyarakat, formal maupun informal yang beramai-ramai mengajak masyarakat untuk berbincang seputar Covid-19, beda lagi yang dilakukan oleh himpunan mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Malang ini. Pikiran berbeda ini diketahui dari undangan yang ditujukan kepada Dr. Purnawan Dwikora Negara, SH, MH yang juga Dekan FH Kampus Inovasi Universitas Widyagama Malang.
Diundang sebagai narasumber pada Kajian dan Aksi Strategis bertema Meneropong Dampak Omnibus Law dalam aspek lingkungan hidup dan Kehutanan, Purnawan menyampaikan bahwa terkait dengan Lingkungan Hidup, Rencana Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cika) harus dikoreksi karena seluruh kewenangan bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kriteria untuk menentukan kegiatan dengan risiko tinggi di bidang lingkungan hidup nampak terlalu abstrak. Ada pembatasan akses masyarakat kepada informasi, partisipasi dan keadilan dalam pengambilan keputusan yang berpotensi memberi dampak pada lingkungan hidup. Pengawasan dan pengenaan sanksi adminstrasi banyak yang dihapus dan tata caranya didelegasikan ke peraturan pemerintah. Sanksi pidana harus didahului dengan sanksi administrasi hanya berupa denda dengan batas maksimum.
Lebih lanjut Pupung, demikian dosen gaul yang juga Dewan Daerah Walhi Jatim ini biasa disapa, menjelaskan: “Terkait bidang kehutanan, RUU Cika harus dikoreksi karena penyelesaian tumpang tindih kawasan diatur oleh pusat melalui peraturan presiden yang dahulu disebut Undang-Undang. Batas minimum 30% kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk setiap DAS dan/atau pulau dihapus.

Pemegang izin tidak lagi bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan di areal kerjanya, melainkan hanya diwajibkan melakukan upaya pencegahan dan pengendalian bila dikategorikan berbahaya. PPNS bidang kehutanan wewenangnya ditambah tetapi kedudukannya berada di bawah Kepolisian.”
Kajian yang berlangsung secara daring dengan 100 peserta ini cukup menarik. Salah satu tujuan yang ingin digapai adalah memberikan pemahaman kepada peserta agar ikut berperan dalam menjaga kelestarian hutan dan menyikapi kebijakan yang merugikan hutan dan lingkungan hidup. Kajian yang digelar dalam rangka memperingati Hari Hutan Sedunia dan berlangsung pada Kamis 16 April 2020 pada jam 19.00 ini berakhir dalam 120 menit dengan tujuan akhir terus memperjuangkan kelestarian hutan dan lingkungan hidup di Indonesia. Tujuan ini ditetapkan mengingat bahwa hutan yang merupakan rumah bagi sejuta kehidupan di alam semesta ini, urgensinya dinilai telah terpangkas habis oleh keserakahan manusia yang akhirnya menimbulkan bencana dimana-mana. (san/pip/red:rh)

Berita Terbaru UWG