
Berbagai upaya dilakukan oleh banyak komponen masyarakat agar dampak kondisi pandemi Covid-19 ini tidak makin meluas dari waktu ke waktu. Bersama dengan Pemerintah Kota Malang, semua perguruan tinggi di Kota Malang merapatkan barisan, bersinergi dalam gerakan besar Malang Bersatu Lawan Corona (MBLC). Diantara berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MBLC yang melibatkan dunia pendidikan tinggi adalah pendataan mahasiswa dari luar Kota Malang yang hingga saat ini masih harus tinggal di rumah-rumah kos dan program RW Tangguh.
Setelah koordinasi antara Walikota Malang dengan para pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota Malang pada Senin 4 Mei 2020 bertempat di Balaikota Malang, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menggelar koordinasi daring via Zoom untuk menindaklanjutinya pada Rabu 6 Mei 2020. Koordinasi berdurasi 90 menit tersebut dipimpin oleh Prof. Dr. Dyah Sawitri, SE, MM, Rektor Universitas Gajayana Malang.

Kampus Inovasi Universitas Widyagama Malang yang pada acara tersebut diwakili oleh Wakil Rektor III Dr. Ir. SRDm Rita Hanafie, MP mencatat kesimpulan dari dua hal yang menjadi agenda koordinasi pada siang hari itu, yaitu bagaimana protokol penerimaan mahasiswa lama maupun baru tahun akademik 2020/2021 dan program RW Tangguh yang digagas oleh Universitas Brawijaya yang akan dijadikan icon perguruan tinggi di Kota Malang.
“Meskipun kita belum mendapatkan kepastian dari kementerian kapan perkuliahan tatap muka ini boleh dimulai kembali, akan tetapi protokol penerimaan kembali mahasiswa lama yang kemarin sempat kembali ke daerah asal dan mahasiswa baru tahun akademik 2020/2021 harus kita susun, berlaku sama untuk seluruh perguruan tinggi di Malang Raya dan didukung penuh oleh Pemerintah Kota Malang. APTISI akan membentuk tim kecil yang bertugas merancang draft protokol tersebut,” demikian Dyah menyimpulkan agenda pertama.
Program RW Tangguh digagas dengan beberapa dasar, antara lain potensi terjadinya riots (rusuh) bila pandemi Covid-19 ini berkepanjangan dan keterlambatan aksi akan berdampak pada kerugian secara ekonomi dan sosial. Rekayasa sosial berbasis kebersamaan dan ketertiban harus dilakukan sebagai antisipasi mengingat keterbatasan aparat negara. Untuk itu seluruh komponen masyarakat lintas lembaga dan profesi harus saling bersinergi.
“Program RW Tangguh ini terdiri dari tiga pilar yaitu tangguh secara kesehatan, tangguh secara keamanan dan tangguh secara pangan. Tiap-tiap perguruan tinggi diberikan kebebasan untuk menentukan RW/kampung mana yang akan menjadi binaannya, tetapi disarankan yang berada di wilayah sekitar kampus masing-masing. Penentuan pilar yang dipilih tentunya harus disesuaikan dengan kapasitas masing-masing. Tangguh secara kesehatan tentunya harus dipilih oleh perguruan tinggi yang memiliki fakultas kedokteran, tangguh secara keamanan dapat bekerjasama dengan babinsa setempat, dan tanggguh secara pangan dapat dilakukan dengan mengorganisir pangan dari perumahan elit,” demikian Rita menjelaskan terkait dengan kesimpulan agenda kedua Program RW Tangguh.
Seusai koordinasi, Rektor UWG Dr. Agus Tugas Sudjianto, ST, MT segera membentuk delegasi RW Tangguh UWG yang diketuai oleh Wakil Rektor II Dr. Gunarianto, SE, MSi, Ak. (san/pip/red:rh)



