
“Sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) beberapa kali saya pernah mengikuti kompetisi semacam ini. Menunggu dirilisnya mosi, dulu sempat menjadikan saya tegang, tetapi saat ini tidak,” demikian ungkap singkat salah satu tim NUDC 2020 Kampus Inovasi Universitas Widyagama Malang, Wahyu Febrianto, saat ditanya pewarta tadi pagi, Rabu 12 Agustus 2020, 30 menit sebelum mosi NUDC 2020 untuk seleksi tahap II dirilis. Ketenangan sikap anak petani sayur Kota Batu ini seakan menyiratkan kesiapannya untuk kembali berlaga di lomba debat Bahasa Inggris sebagaimana dulu pernah diikuti semasa masih SMP dan SMA.
Apa yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2019 yang merasa bisa berbahasa Inggris secara otodidak ini berbeda dengan apa yang dirasakan oleh rekan setimnya, Sierra Tasya Ivania Aminuddi. Gadis Program Studi Akuntansi Angkatan 2017 yang biasa dipanggil Tasya ini justru mengaku sempat merasakan grogi yang ditandai dengan mendinginnya suhu tubuh di bagian tangan saat menanti detik-detik dirilisnya mosi. Ini adalah pengalaman pertama bagi sulung empat bersaudara warga daerah Sudimoro ini. Tetapi bagaimanapun juga, kebiasaannya berkomunikasi dalam Bahasa Inggris yang dimulai sejak Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan beberapa teman sekolahnya melalui media sosial cukup menjadi mesin pemanas yang membuat perlahan namun pasti, rasa “grogi” tersebut hilang seiring dengan berjalannya jarum panjang jam kearah angka 12 sementara jarum kecil menuju angka 9, saat dirilisnya mosi tahap II NUDC 2020 yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kemdikbud RI.
Tepat jam 09.00 mosi dirilis. Terkait dengan pilihan sebuah rumahtangga imigran pertama kulit hitam di negara yang mayoritas kulit putih untuk tinggal dan membesarkan anak-anaknya di daerah kantong etnis. Kesempatan yang disediakan selama 15 menit dimanfaatkan untuk diskusi membangun argumentasi dan dilanjutkan dengan pembuatan video. Simpulan dari tanggapan Wahyu dan Tasya adalah bahwa mereka setuju dengan mosi tersebut dengan beberapa alasan yaitu banyak kesulitan dialami pada saat-saat awal, dan keputusan tersebut memudahkan mereka untuk memulai kehidupan baru baik secara ekonomi, sosial maupun budaya, sehingga adaptasi berjalan smooth dan culture shock dapat diminimalkan.

“Saya akan mendampingi mereka di lobby Lantai IV Kampus II, hingga mereka usai mengunggah video,” janji Niken Paramita, SS, MPd. Mendampingi Mareta Krisdayanti saat mengikuti seleksi Pilmapres (Pemilihan Mahasiswa Berprestasi) 2020, menjadi pengalaman berharga bagi Niken. Pelaksanaan NUDC 2020 tahap II yang dilaksanakan secara daring ini menjadi perhatian tersendiri bagi Niken. “Jangan lagi terulang, persiapan yang sudah bagus kalah dengan teknologi,” ujarnya menambahkan.
Persiapan yang dilakukan oleh Niken dan timnya memang tidak panjang. Hanya dalam hitungan jari yang tidak genap berjumlah sepuluh. Latar belakag kemampuan Tasya dan Wahyu dalam komunikasi Bahasa Inggris yang langsung pada prakteknya menguatkan keyakinan dosen pengampu mata kuliah Bahasa Inggris ini. “Saya yakin mereka akan berupaya sekuat kemampuan mereka, dan ini harus mendapatkan apresiasi. Latar belakang mereka yang berbeda dapat saling melengkapi satu sama lain,” demikian Niken menutup bincang-bincang saat pagi tadi mengajak timnya menemui Wakil Rektor III UWG Dr. Ir. Rita Hanafie, MP di ruang kerjanya, Lantai III Gedung Widya Graha Kampus II. (san/pip/red:rh)



